Pages

Wednesday, April 13, 2011

IDEAL HR (???)



A couple day ago, I had a chit chat with my best friend.
I called it “professional sharing”. Hahahahahaha… (berat bgt yak dengernya..)
Hmm.. berawal dari ketidakpuasannya terhadap perusahaan yang berujung pada keinginannya untuk“got another interview session” alias cari kerjaan lain.
Akhirnya obrolan itupun dimulai,,,
Qt berdua “kebetulan” bergerak di bidang yang sama, daerah yang dibenci dan dipuja orang dalam perusahaan.. it`s HRD (yiihaaa… hidup HRD!!!)
Dann.. kita termasuk pendatang baru di dunia praktisioner ini, dunia yang “unpredictable”, tapi cukup challenging.
Sebut saja nama sahabatku ini “Mawar” (hahaha.. no hard feeling y Darl kalo kamu baca.. ;p).
Si Mawar ini g betah sama Bos nya yang “kejam” & ”g punya nurani” (hmmm.. hal klasik bagi idealis seperti kita ini).
Tapi, kejam disni mungkin bukan seperti yang dibayangkan bahwa si Bos membombardir dengan sejuta pekerjaan yang henti-henti atau sering mengeluarkan kata-kata kasar.
Buat kami sih, kata kasar dan jutaan kerjaan itu hal sepele, hehehehe.. , Tapi ini lebih ke gimana cara dy mengambil keputusan.
Karena kita ini kerjanya di HRD, jadi mau g mau Bos qt adalah Manager HRD atau bahkan GM HRD, jadi keputusan-keputusan yang diambil biasanya mengenai karyawan. Atau bahasa kerennya SDM.
Jadi disni masalahnya adalah si Bos itu kejam dan ga punya nurani dalam ambil keputusan utk SDM karyawan.
Prinsip LIFE IS UNFAIR di perusahaan Mawar bener dipraktekkan secara sempurna (hehehee..), peraturan suka-suka, keputusan sepihak dan subjektif, sampai pada permainan manajemen untuk memanfaatkan karyawan demi untung sebanyak-banyaknya pun banyak dipraktekkan disini.
Hmmm... sounds a terrible Company ya..
Si Mawar g betah karena semua itu bertolak belakang dg hati nuraninya, penerapan HR Ideal yang seperti kita pelajari di bangku kuliah couldn’t applied, even for a litlle. (khusunya ttg keberpihakan ke karaywan ya..)
Disini manajemen bener-bener menggunakan hak nya utk bersikap otoriter, tanpa mempertimbangkan kondisi karyawan.
…. dan… Absolutely, itu smua dilakukan demi kepentingan manajemen.
(if u read it correct me if i`m wrong y Darl…)

And lemme show you with my point of view….
Somehow,, aq juga mengalami hal itu, dan menurut cerita beberapa orang, begitulah jadi orang HRD, we are in a “HOT DOG position” (hihihiiiii… kejepit maksudnya), kita berada ditengah-tengah.. Yup, antara karyawan dan perusahaan.
Di satu sisi, kami ini harus bisa memikirkan nasib karyawan, dan di sisi lain, kami juga harus mengutamakan kepentingan perusahaan. Dalam beberapa situasi, kita dituntut untuk bisa mengambil keputusan yang sering bertolak belakang dengan hati nurani kita.
U can see our job, we handle people, but paid by company. So.. which part we have to rely on??
Disini rumus “Life is a Choice” g bisa berlaku (menurut saya lohhh… kalau beda monggo..), memilih hanya akan menyulitkan posisi, tetapi berpijak pada 2 pihak adalah pilihan yang bijak, jadi satu kaki di manajemen, satu kaki di karyawan. Jadi Ideal menurut saya adalah bukan menjadi HRD yang mengakomodir SDM, tetapi juga harus bisa mengakomodir perusahaan.
Hmm.. jadi inget dulu saya pernah dapet ilmu Public Relation di bangku kuliah, dimana PR itu g hanya pihak eksternal tp juga internal. We called it Internal Public Relation, jadi kita harus bisa menjembatani komunikasi antara manajemen dan karyawan.
Jadi kalao menurut saya, HRD ini adalah one step a head dr Internal PR, kita tdk hanya dituntut utk berkomunikasi, tetapi juga mengambil keputusan untuk menjembatani kepentingan manajemen dan perusahaan.
Memang, g gampang bisa ngelakuin itu semua secara seimbang, biasanya nih, untuk para pemula seperti saya, kaki akan lebih berat ke karyawan, dan bagi senior yang udah lebih dulu terjun di perusahaan (alias dedengkot.. hiiiiiiihihiii.. ) kaki akan lebih berat kemanajemen.
Qt yang masi mikir idealisme dan dengan hati yang murni tanpa kepentingan-kepentingan tentu akan lebih memikirkan nasib karyawan dan cenderung 'belain karyawan, jadi segala keputusan yang sekiranya merugikan karyawan tentunya akan berat dilaksanakan.
Kita akan cenderung kontra sama keputusan-keputusan manajemen yg terlihat ”kejam dan g pnya nurani” tsb, dan ujung2nya g betah diperusahaan.
Tetapi kebalikannya, bagi senior di perusahaan, apalagi yang udah stay lama di pershaan tersebut, segala keputusan yang diambil oleh mereka sebagian besar pasti akan mempertimbangkan untung dan rugi perusahaan, bukan karyawan. Jadi disini karyawan akan di nomorduakan.
Buat saya, senior macam ini sebenarnya ada 2 tipe (menurut saya pribadi lohhh.. ). Yang satu karena bener-bener berpikir ala manajemen dan investor, yang satu cuma cari muka aja biar cepet naiknya.. (hehehe.. maap loh kalo kasar.)
Jadi mari kita bahas satu2 kedua tipe ini.
Untuk yang bener-bener mikir manajemen, sebenarnya ada plus minusnya, seperti yang saya alami di perusahaan ini, awalny saya memang selalu berpikir memihak ke karyawan. Tapi atas dasar dengar pendapat dan sharing dengan berbagai macam pihak, akhirnya saya mengerti alasan orang2 tsb knp lebih menomorsatukan kepentingan manajemen.
Alasan profit itu pasti, tapi ada sesuatu dibalik itu lagi yang lebih besar, perusahaan bukanlah sebuah yayasan yang hanya berpihak pada SDM, apalgi untuk perusahaan yang mayoritas karyawannya adalah Labour, perusahaan adalah organisasi yang dituntut untuk memberikan profit, kita punya investor yang membutuhkan earning dari laba, dimana investor itulah yang notabene adalah penentu keberlangsungan perusahaan kita.
Sustainability perusahaan dipertaruhkan dalam setiap keputusan kita, khususnya buat perusahaan terbuka yang bayak penanam modal tentunya keputusan yang diambil tak lepas dari opini penanam modal tersebut, dan biasanya karena penanam modal itu tidak dihadapkan dengan kegiatan operasional, maka simpati mereka ke karawan agak kurang, profit adalah satu-satunya concern mereka. Meskipun kita isa menjelaskan panjang lebar bahwa SDM adalah modal uatam perusahaan, tapi g segampang itu untuk membuat mereka mengerti. Jadi, sebagai manager/GM HRD kita dituntut untuk mengakomodir itu dengan ikut berpikir secara strategis, demi keberlangsungan perusahaan.
Nah, kalo yang kedua ini yang Gaswat, yaitu yang cm cari muka, bukan berpikir strategis, tapi Cuma nurutin manajemen demi nama baik dihadapan mereka. Biasnya, tipikal Bos kaya gini nih yang sok senior diperusahaan, yang merasa bahwa dialah yang paling tau dan paling benar, dia yang paling senior. Biasanya dia merupakan anak kesayangan, tetapi bukan akibat capability-nya tapi karena kemampuannya untuk menuruti apa kata manajemen, yaahhh.. ABS lah..
Smua yang manajemen mau langsung dilaksanakan, tanpa harus tau alasan dibalik itu, bos kaya gini ini cenderung otoriter dan g mau dikritik.
Tipikal manager seperti ini yg aq bilang cari muka, melakukan smua perintah manajemen demi mendapatkan posisi yang lebih baik ataupun remunerasi yg lebih oke.

Hmm... IMHO, sebenarnya yg manapun tipe manager HRD kita, sebagai kroco HRD yang baik n tetep menginginkan HR Ideal, qt tetep bisa kok melakukan perubahan dan menerapkan HR Ideal itu dengan sempurna (dengan kaki berpijak pada 2 tumpuan dg seimbang).
Semuanya tergantung bagaimana cara kita untuk mencapainya, jelas bahwa manajemen perubahan sangat diperlukan disini.
Trik-trik khusus untuk bergabung dengan kelompok manajemen serta mendapatkan kepercayaan mereka harus dilakukan, baik dengan melakukan yang mereka minta (hihiiii.. jadi sama kaya cari muka ya.. ), berusaha memahami alasan pengambilan keputusan meraka, dan berpikir ala manajemen bisa kita lakukan, karena dengan begitu, sedikit demi sedikit masukan kita akan didengar, dan bahkan dapat mempengaruhi keputusan mereka. Tapi inget, saat sudah mendapatkan kepercayaan mereka, jangan lupa dengan misi kita unutk mendapatkan HR yang Ideal. (jangan keterusan di pihak manajemen lohhhh... )
Jadi inget nasehat Ayahku ”Minoritas akan selalu kalah dengan mayoritas, untuk itu, jika mau merubah si mayoritas, kita harus bergabung dulu dengan mereka”.
Jadi disni kita ”menyelimuti musuh” bukan ”musuh dalam selimut.”
Hehehehehehe..
Jangan pernah takut untuk dibenci karyawan atau dibenci manajemen saat kita mengambil keputusan atau memberi masukan yang berpihak pada keduanya, karena pasti opini kita tersebut selain menguntungkan pasti akan ada yang dirugikan. Asal untung dan rugi dari kedua pihak itu seimbang, just be calm down.
Bagi saya, proses menerapkan HR yang Ideal itu g akan ada Happy Endingnya, terus saja akan ada pihak yang pro dan kontra, karena itulah pekerjaan kita. Bermuka Dua !! Menjadi muka karyawan di depan manajemen, dan menjadi muka manajemen di depan karyawan.
Bukan HR yang sukses namanya kalo kita hanya mendapat penilaian yang baik di akhir tahun dari manajemen tapi dibenci karyawan, tapi juga bukan HR yang sukses kalo kita dipuja karyawan tapi dapat nilai jelek di penilaian tahunan.
So, keep struggle, keep fighting.
Change its about procces not the result.
for me, HR is a BRIDGE.
Jembatan yang kokoh harus punya tiang yang kuat di dua sisi, hrus bisa seimbang dan menjadi penyambung sisi yang satu dengan sisi yang lain.

Dann.. begitu sajalah cerita-crita kali ini.. nanti kapan-kapan disambung lagi..
Semoga membawa manfaat bagi kita semua.. #eeaaa
Xoxo'
Rizma
(Newbie in HR ",)